Oleh: Al-Faqir Dr. Alaika Muhammad bin Agus Fahmi Basyaiban, S. Pd.I., M. Pd
di Masjid Al-Huda, Pucang Sewu, Gubeng, Surabaya
Alhamdulillah, sanjung syukur segala puji untuk Allah Swt yang telah memberikan anugerah yang sangat luar biasa. di Hari yang cerah dan penuh dengan naungan rahmat, dan hidayah ini, kita semuanya masih diberikan eksistensi hidayah, kesehatan dan kekuatan oleh Allah Swt. Sehingga perkumpulan dalam majelis sholat Idul fitri ini merupakan sebuah bentuk ketetapan dari Allah Swt atas hambanya yang selama 1 bulan penuh menjalankan kewajiban dan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan penuh dengan hati yang ikhlas, khusyu’, ridho dan hudhur kepada Allah Swt.
Salawat dan salam juga teruntuk sosok yang selalu menjadi panutan manusia seluruh alam semesta, sosok yang menyayangi anak yatim piatu, sosok yang memberikan kasih dan sayang terhadap para umatnya yang dhoif, yaitu fuqara’ wal masakin, sosok yang selalu memperhatikan para janda tua dan miskin, beliaulah yang tidak pernah bersenang-senang diatas umatnya yang masih berikhtiar untuk mengentas kondisi ekonominya, beliaulah yang selalu menunggu umatnya menyudahi sarapan di waktu pagi, sehingga beliau sudi untuk menelan sesuap makanan untuk mengganjal perut mulianya, yaitu Sayyiduna Muhammad Saw. Tidak lagi menjadi suatu kepantasan, tidak lagi menjadi haknya, ketika di akhirat kelak ia meminta surga, melainkan, beliau jugalah yang memperjuangkan surga untuk umatnya, agar perkumpulannya bersama umatnya, merupakan bentuk dari rasa kasih sayang yang hakiki. Sebagaimana maqola.
عيد الدنيا تذكرة لعيد األخرة
Hari raya di dunia, merupakan miniatur daripada hari raya di akhirat. Sehingga yang kita tunjukkan bukanlah sebuah kemewahan, bukanlah sebuah visualisasi terhadap foya-foya, namun kebersamaan, kekeluargaan, gotong royong, dan saling memaafkan adalah bentuk penyempurna rangkaian ibadah ramadhan kita selama satu bulan penuh. Sikap altruisme adalah bentuk daripada memuliakan sanak saudara, tetangga, sahabat hingga handai taulan.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahi al-Hamd.
Jama’ah sidang hari raya yang dimuliakan Allah Swt.
Dengan ungkapan rasa syukur dan salawat yang selalu kita baca didalam hati dan tak pernah putus baik didalam lisan maupun hati, baik ketika dalam keadaan jahr maupun sirri, marilah kita bersama-sama meningkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah Swt khususnya kepada al- Faqir sebagai khotib, dengan sebenar-benar taqwa. Yakni
باِْلْمتِثاِل أ واِمِر اللِه وأ ْجتِنا ِب نواِهِه
Dengan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt, serta menjauhi atas apa yang dilarangNya. Makna taqwa inilah menjadi legalitas ijazah kita diakhir Ramadhan. Harapan Allah Swt ketika kita berpuasa sebulan penuh, agar kita mampu mencapai tingkatan Muttaqin. Semoga dengan momentum Hari raya ini, kita akan menjadi pribadi yang selalu menjaga dan mempercantik kualitas taqwa kepada Allah Swt. Amin
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahi al-Hamd
Ayyuhal hadhiruna wa al-Hadhirat Rahimakumullah. Ketika Ramadhan sudah tiada, maka hari raya kemenangan sudah berada pada pijakan hidup kita. Maka artinya kita sudah mencapai pada titik kebahagiaan. Sebagaimana harapan para kaum muslimin ketika berada didalam doa,
بَّنا آتِنا ِفِ الُّدنْيا حسنةً وِفِ اْلْ ِخرِة حسنةً وقِنا عذاب النَّاِر
Harapan kesuksesan, kebahagiaan dan kemenangan bukan hanya sebagai orientasi dunia, yang mana terus menerus kita kejar, dan uang kita kumpulkan, harta kita tumpuk disana dan disini, melainkan kebahagiaan akhirat akan tercapai apabila kebahagiaan dunia dimanfaatkan dengan penuh kebijaksanaan. Sebagaimana semboyan
عيد الدنيا تذكرة لعيد الأخرة
Maka kita perlu mengingat, bagaimana hari raya di dunia ini, ialah miniatur hari raya di akhirat. Tiada kemenangan dan kebahagiaan ketika kita masih menyaksikan kanan dan kiri kita masih dalam kondisi yang membutuhkan, kita tidak bisa menikmati kemenangan ketika masih banyak anak-anak kecil yang ternyata kehilangan, baik orang tuanya ataupun segenap keluarganya. Apabila sebagian harta kita ialah hak daripada mereka, maka kebahagiaan kita juga merupakan hak bagi mereka.
Ma’asyirol Muslimin wal Muslimat Rohimakumullah . . .
Cara menyambut kemenangan ini bukan hanya melalui thoriqoh silaturrahmi, bukan juga hanya dengan melaksanakan prosesi ‘uwad atau silaturrahmi dengan berkunjung kesana kemari, dari rumah ke rumah dengan duduk, mendoakan para ajdaduhum, atau bahkan hanya duduk bercengkerama menanyakan kabar, Lantas bagaimana dengan mereka yang sudah hampir tidak memiliki keluarga? Atau sudah tidak diperhatikan oleh keluarganya? Al-Faqir teringat bagaimana sikap kasih sayang Rasulullah Saw terhadap anak yatim yang sedang meratapi kesedihan sewaktu hari raya:
خرج النبي صلى الل عليه وسلم يوم العيد لأجل صلاة العيد
Ketika Nabi Saw keluar dari rumahnya dan hendak melaksanakan sholat Id, pada waktu Hari Raya Idul Fitri.
فرئ الصبيان يلعبون ووجد صبيا واقفا يبكي
Melihatlah Rasulullah Saw di tengah perjalanan (menuju sholat Id), ternyata banyak para anakanak kecil yang sedang bermain, sebagaimana kebahagiaan anak kecil berlari kesana kemari. Namun ada sebuah keganjalan pada saat itu, ternyata Rasulullah Saw melihat salah satu anak yang sedang diam, meratapi kesedihan, hingga ia menangis dengan meneteskan air mata.
فقال له النبي صلى الل عليه وسلم وقال له; ما تبكيك أيها الصبي؟
Maka dengan segeralah Rasulullah Saw mendekatinya dan mencoba mengajak berbicara kepada anak tersebut,”Apa yang engkau tangisi wahai anakku?”
وهو لْ ي ْعِرف أ نَّه النَِّبي صلى الل عليه وسلم، دعاِن أ يُّها الَّرجل فِإ َّن أ ِب مات ِفِ
اِ ْحدى الْغزوات مع رسول الل وأ ِمي تزَّوجت بِغِْي أ ِب فأخذ داري وأكل مالي فصرت
كما تران عاريا جائعا حزينا ذليلا.
Ketika anak kecil tersebut ditanya, maka ia tidak mengetahui, kalau yang menanyakan tersebut adalah Rasulullah Saw. Sehingga dengan perasaan tawakal ‘ala Allah, ia meminta doa kepada Rasulullah dan menceritakan keadaannya. Sebagaimana jawabannya,”Doakan saya pak!, Karena ayah saya sudah meninggal (syahid) pada saat melakukan peperangan bersamaRasylullah Saw. Dan ibuku sudah menikah dengan laki-laki lain, sehingga saat ini rumahku diambilnya, ia memakan hartaku, dan engkau sudah mengetahui bagaimana keadaanku sekarang? Keadaanku telanjang, kelaparan, sedih dan hina.
فل َّما أ تى ي ْوم الْعِيْد رأ يْت ال ِصبْيان يلْعب ْون فتش َّدد حزن فبكيْت
Selanjutnya, ia juga menjelaskan,”Maka ketika setiap datang hari raya, saya pastinya melihat anak-anak kecil se-usiaku bermain, semakinlah aku bersedih dan menangis”.
فقال له النبي صلى الل عليه وسلم أما ترضى أن أكون لك أب وعائشة أما وفاطمة
أختا وعلي عما والحسن والحسين إخوة؟
Maka Rasulullah Saw menawarkan kepada anak tersebut, dengan perasaan empati, perasaan terharu, Rasulullah menawarkannya,”Apakah engkau mau aku angkat menjadi anakku? Akuakan menjadi ayahmu, Aisyah adalah ibumu, Fatimah adalah saudaramu, Sayyidina Ali karromallahu wajhah adalah pamanmu, dan Hasan Husain adalah saudaramu?” Dari untaian tawaran Rasulullah ini, bagaimana dengan kita, disetiap liburan hari raya, seakan kebahagiaan hanyalah milik keluarga hingga lalai kewajiban fardhunya, kitapun jalan-jalan ke taman, Mall perbelanjaan, hingga sampai kita berada di atas bukit nan sejuk. Namun bagaimana dengan kita? Pernahkah kita mengajak mereka anak yatim, orang miskin, tetangga yang sendirian untuk diajak berhari raya? Jangan-jangan kalian mau, sedangkan istrimu tidak rela, jangan-jangan kalian nggak mau, sedangkan istrimu meminta-minta untuk mengajaknya?
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahi al-Hamd
Kemudian anak kecil tersebut menjawab:
فقال له الصبي أكيف لا أرضى يا رسول الل … فأخذه النبي صلى الل عليه وسلم
وت ْو ِصل إِل داِرهِ فأقامه وأ لْبسه لِباس الْعِيْد
Maka dengan terkejut dan senang hati, anak tersebut barulah tahu, bahwasanya yang daritadi mengajak berbicara ialah Rasulullah Saw. Sehingga anak tersebut dengan senang menjawab, “Bagaimana aku tidak rela wahai Rasulullah? Segeralah Rasulullah mengajaknya untuk kerumah. Lalu ia disuruh untuk berdiri dan memakaikan pakaian hari raya selayaknya anak kecil lainnya.
فخرج ال َّصِبي يلْعب مع ال ِصبْيان، فقال له ال ِصبْيان:كنْت واقًِفا بيْننا الْن تبْ ِكي
وما ي ْضحكك الْن؟ فقال لهم:كنْت جائًِعا فشابًِعا وكنْت عاِرًيا فك ِسيْت وكنْت
بِغِْي أ ِب فأ ْصبح رسول الل أب وعائشة أمي وفاطمة أختي وعلي عمي والحسن
والحسين إخوتي.
Setelah kebutuhan lebarannya terpenuhi, dan Rasulullah bersama keluarganya yang telah menggembirakan hatinya, anak tersebut kemudian keluar dan bermain bersama anak-anak lainnya. Sehingga teman-temannya dengan heran menanyakan, kamu sekarang berdiri bermain diantara kami (bersama-sama), tadinya kamu menangis, dan sekarang kenapa kamu bisa tersenyum dan bergembira? Maka dengan polosnya anak tersebyt menjawab, yang tadinya saya lapar, kemudian kenyang, semula saya telanjang, sekarang saya sudah memiliki pakaian, semula saya tidak memiliki ayah, sekarang Rasulullah adalah ayah saya, Aisyah adalah ibuku, dan Fatimah ialah saudaraku, Ali ialah pamanku, dan Hasan dan Husain ialah saudaraku.
Allahu Akbar Walillahil Hamd.
Ditengah-tengah kebahagiaan yang sangat luar biasa, di hari yang sangat Mustajab doa ini, ternyata masih banyak orang yang kesusahan, yang hanya ingin dianggap sebagai saudara. Mereka menginginkan untuk diajak berbahagia, hanya diberikan sesuatu yang merupakan sebuah apresiasi kemanusiaan, mereka akan mendoakan kita,mereka ikhlas akan mengingat dan membalas kebaikan kita kelak, dan Allah ‘azza wa jala akan melipatgandakan pahala kita.
Ma’asyirol hadhirin wa zumrotal mu’minin Rohimakumullah ….
Ajaklah mereka kaum dhuafa, ajaklah mereka anak-anak yatim untuk merayakan kebahagiaan idul fitri bersama. Berilah mereka kebahagiaan. Niscaya anak keturunan kita akan dibahagiakan oleh Allah Swt. Niscaya keluarga kita akan dimuliakan oleh Allah Swt melalui jalur yang tidak disangka-sangka …
Setelah keluar dari masjid yang mulia ini, selepas sholat id di Masjid Al-Huda ini, mari kita contoh sikap dan perilaku Rasulullah Saw di hari raya Idul fitri. Semoga, dengan mencontoh kisah tersebut, kita akan dianggap sebagai umat yang bertaqwa, umat yang mencintai Nabi Saw, umat yang selalu berikhtiar mencontoh perilaku Nabi Saw, dan kesuksesan dunia sebagaimana saling berbagi, otomatis akan mengantarkan kesuksesan di akhirat.Bersedekahlah dan bahagiakanlah orang- orang yang membutuhkan ditengah-tengah kebahagiaan kita. Inilah esensi dari kalimat Membesarkan Nama Allah Swt agar kita termasukgolongan orang bersyukur. Yaitu juga mencintai sesama makhluk Allah Swt.
فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰىۗ قُلْ اِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۗ وَاِنْ تُخَالِطُوْهُمْ
فَاِخْوَانُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَاَعْنَتَكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
برك الل ل ولكم فى القرأن العظيم … ونفعنى وإياكم بما فيه من الأيات والذكر
الحكيم, وتقبل منى ومنكم تلاوته إنه هو الغفور الرحيم