Dalam satu tahun, kita mengenal beberapa hari peringatan yang berhubungan dengan kesehatan. Sebut saja yang berkaitan dengan peringatan penyakit, seperti Hari Kanker sedunia, Hari Tuberkolosis , Hari Malaria, Hari Osteoporosis, Hari Lupus, Hari diabetes, serta Hari AIDS sedunia. Di sisi lain, masyarakat nasional maupun internasional juga secara khusus memperingati hari kesehatan. Sebut saja peringatan Hari Kesehatan Seksual, Kesehatan Jiwa, serta Hari Kesehatan Baik Nasional maupun Internasional.
Pada tahun 2023, peringatan Hari Kesehatan Nasional sudah mencapai usianya yang ke-59. Dengan mencanangkan sebuah tema “Transformasi Kesehatan Untuk Indonesia Maju”. Tema tersebut tentunya ditetapkan berdasarkan kondisi kesehatan Indonesia maupun harapan yang terkandung atas kondisi kesehatan nasional. Lalu sejauh mana langkah transformative dan kemajuan dalam bidang kesehatan di Indonesia?
Dari latar historis, Hari Kesehatan Nasional lahir sebagai sebuah memoar keberhasilan pemerintah memberantas malaria. Bertolak dari moment historis tersebut, maka salah satu kemajuan yang berhasil dicapai adalah penelitian biologi molekuler. Penelitian Bobowik, dkk (2021) menemukan keunikan genetic pada kasus malaria di Indonesia, dibandingkan dengan kasus di Afrika dan Amerika. Kemajuan tersebut membawa harapan sebuah pendekatan baru dalam mengatasi penyakit infeksi, khususnya malaria untuk mengembangkan imunitas bawaan dalam menghadapi infeksi plasmodium.
Kajian bidang Biomolekurler memberikan kontribusi pada bidang kesehatan dalam mendiagnosis maupun terapi berdasarkan kondisi genetic seseorang. Dengan pendekatan genetic, pemetaan gen dapat dilakukan untuk memprediksi berbagai penyakit keturunan (Bell, 2004). Kajian yang ralatif baru dilakukan oleh Budhiprama, dkk (2023) yeng menemukan factor predesposisi penyakit radang sendi karena keberadaan gen poiformisme. Masih terdapat bebarapa temuan-temuan lain terkait penyakit menular maupun tidak menular.
Menelusur lebih ke belakang, Matt Ridley merangkum kajian Biomolekuler dalam 23 bab yang menjelaskan spesies manusia. Salah satu yang menarik adalah penjelasan tentang stress, dimana terdapat bagian yang menekankan bahwa factor psikologis mendahului factor fisik. Melalui berbagai contoh, dia menjelaskan bahwa secara sistemik, pikiranlah yang menggerakkan tubuh, dan pada gilirannya menggerakkan genom. Pada tahap ini, system yang mencegah atau membatalkan terjadinya sakit menjadi tidak aktif akibat faktor psikis. Hal yang menarik dalam tulisan tersebut adalah stress bukan semata-mata akibat beban kerja, namun seberapa besar seseorang mampu mengendalikan hidup mereka sendiri.
Pada Oktober 2023, Tirto.id memberitakan bahwa 9.162.886 penduduk Indonesia mengalami depresi. Di luar kasus tersebut, kita dapat melihat berbagai potensi kecemasan yang dialami oleh mayoritas penduduk. Sebutlah 5,45 % angka pengangguran per Februari 2023, ditambah data Kemenaker yang menyebutkan 37.375 kasus PHK pada Januari hingga Agustus 2023. Sederet fenomena sosial dapat menjadi ancaman atas tingkat stress di negeri ini. Ironisnya, issue-issue tersebut kurang dibahas secara menyeluruh dalam wacana kesehatan. Padahal kesehatan penduduk semestinya merupakan bagian dari perwujudan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Oleh : Stefanus Khrismasagung T, S.Sos., M.I.Kom – Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional