Beberapa kisah mengenai As-Sayyid Sulaiman bin Abdurrahman bin al-Imam al-Habib Umar Basyaiban memang jarang kita dengarkan. Kehidupannya yang begitu tertutup, karomahnya juga hampir semua tidak ada yang mengetahui, hingga yang dilihat dari sekelumit kisahnya adalah beberapa kesaktian yang ditunjukkan dalam kesempatan di kerajaan atau keraton.
Putra daripada al-Habib Abdurrahman bin Umar Basyaiban (Orang yang ber-marga Basyaiban pertama kali yang merantau di Indonesia) merupakan sosok pejuang sejati. Jargon NKRI harga mati beserta para keluarganya sudah tidak bisa diragukan lagi. Catatan Belanda yang tersimpan rapi di Leiden mengemukakan, bahwasanya suatu ancaman yang sangat luar biasa oleh para penjajah ditunjukkan oleh keluarga daripada As-Sayyid Sulaiman Basyaiban. Namun keberadaan itu secara singkat memberikan dampak yang sangat berbahaya. Hal yang paling membahayakan adalah bidikan Pemerintah Belanda kepada keluarga inti beliau. Beberapa anak dan cucu beliau benar-benar menjadi korban kebengisan Belanda.
Misalnya dari putra beliau As-Sayyid Ali al-Akbar Basyaiban yang sampai saat ini tidak diketahui makamnya, juga ada yang mengatakan di Sumatera. Beliau dibawa Belanda untuk menjadi jaminan atas keamana dan kedamaian daerah Surabaya dan sekitarnya. Putra dari As-Sayyid Ali al-Akbar pun juga sama, sebagaimana yang kalian ketahui di makam Bungkul, sebelah kanan sebelum masuk makam, terdapat makam putra Sayyid Ali Akbar yaitu Sayyid Iskandar Basyaiban. Beliau mendermakan ruh nya untuk keamanan tanah Surabaya, khususnya Ndresmo. Sehingga Belanda mematuhi cara membunuhnya dengan memotong tubuhnya menjadi dua. (Kalian bisa melihat bagaimana keadaan makamnya yang sampai saat ini harus dipisah dan berbentuk Z (zigzag).
Demikian ancaman Belanda terhadap putra ragilnya sayyid Ali Al-Akbar Basyaiban, sejak bayi sudah dianggap ancaman bagi Belanda. Sebut saja Sayyid Ali al-Asghor (makam ndresmo). Sejak bayi, Belanda berhasrat untuk menculik dan merampas bayi tersebut. Namun Allah Swt menyelamatkannya.
Dari beberapa kisah singkat tersebut, Sayyid Sulaiman dalam riwayat pernah berdoa, agar anak keturunannya kelak tampak wajahnya diciptakan oleh Allah Swt agar menyerupai kaum pribumi. Doa tersebut dipanjatkan oleh beliau karena kekhawatiran anak keturunannya selalu diancam oleh Belanda. Sampai-sampai, Sayyid Sulaiman meninggalkan pesantren tercintanya yang sampai saat ini masih lestari dan semakin berkembang besar, yaitu Pondok Pesantren Sidogiri.
Hikmah yang kita ambil; kesunyian, kesendirian, akan memunculkan inovasi dan keberkahan dalam menjalankan ibadah tafakkur kepada Allah Swt. Sebagaimana kesunyian Rasulullah Saw didalam Gua Hira’, beliau akhirnya menjadi manusia produktif, yaitu dibaiat menjadi Nabi Saw dan mampu membawa kontribusi mukjizat yang kekal, yaitu Al-Qur’an. Sehingga kesendirian Sayyid Sulaiman Basyaiban (Mojoagung), merupakan bentuk ketauladanan, ketika kita selalu merasah berbiat blunder, bermalas-malasan, atau juga suka dengan keramaian, mari kita mengkoreksi diri dengan khumul (tidak menampakkan baik ibadah atau secara sosial). Dengan daya ingatan karena kekosongan pikiran, maka diri kita akan kreatif. Dengan khumul, kita pun akan menjadi pribadi produktif.
Maka tidak heran beberapa keturunannya sampai saat ini masih banyak yang menjadi penghafal Al-Qur’an, pegiat literasi kitab kuning, doktrinasi ilmu dan pengembangan ilmiah, adalah harga mati bagi keluarga Basyaiban dalam meneruskan jejak warisan para ajdad salafunassholeh, khususnya Al-Imam al-Sayyid Sulaiman bin Abdurrahman Basyaiban
Lahul Fatehah . . .
Oleh:
Dr. H. Alaika M. Bagus Kurnia PS Basyaiban, M. Pd
Dosen Institut Kesehatan dan Bisnis Surabaya