Idul kurban kali ini mari kita jadikan sebagai momentum untuk mengorbankan ambisi, ego, dan hawa nafsu kita meskipun itu tidaklah muda. Berkurban yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail menjadi simbol bahwa manusia harus tunduk kepada titah Allah Swt, ringan atau berat, suka atau tidak suka. Nabi Ibrahim berhasil menundukkan/mengorbankan egonya, ambisinya dan hawa nafsunya sehingga menerima titah tersebut. Artinya, perintah Allah di atas segala-galanya. Dan hikmahnya ialah Allah memberikan bonus yang tiada kita sangka, dan titah Allah selamanya tidak akan pernah “merugikan” kita sebagai hamba, hanya saja kitanya yang kurang yakin terhadap perintah/takdirNya.
Di momentum yang mulia ini mari kita berusaha mengimplementasikan tema tersebut. Pertama, dalam konteks berkurban, harus dipahami bahwa ini ialah ibadah sosial untuk berbagi (yang mampu kepada yang tidak mampu), sehingga dalam pembagian daging hendaknya adil, dan tepat sasaran karena semua itu nantinya akan dimintai pertanggungjawaban. Berkurban, bukan asal sama dan merata, tetapi adil dan merata. Konsep adil ini ialah sesuai dengan proporsinya. Oleh sebab itu, panitian, tokoh masyarakat, takmir, dan masyarakat harus 1 visi misi bahwa kurban ini untuk mengangkat saudara2 kita yang kurang mampu, sehingga ini yang harus diprioritaskan. (Misal yang miskin dapat 2 kg, yang menengah 1 kg, yang kaya ke atas ½ kg), termasuk panitia dan tokoh masyarakat yang sudah mampu sebaiknya tidak “kemaruk” tidak berambisi untuk dapat banyak. Kecuali memang kondisis sosial ekonominya rendah. Hal ini harus diingat bahwa tujuan berkurban bukan mengenyangkan orang kaya, melezatkan org yang sehari-harinya sudah lezat, tetapi memakmurkan saudara2 kita yang kesehariannya serba kekuranga. Itulah yang harus diangkat di momentum idul kurban ini, hal tersebut sebagai bagian; usaha mengekang hawa nafsu, ambisi dan egoism.
Kedua, kita semua punya cita2, ingin ini, ingin itu, tetapi harus diyakini bahwa semua tidak akan terhenti manakala takdir Allah sudah berlaku. Artinya, segala Hasrat, ambisi, keinginan harus tetap diikat oleh keyakinan akan kuasa, takdir-Nya sehingga di saat takdir tidak sesuai harapan maka hati tetap menerima dengan legowo. Egoisme dan hawa nafsu menjadi penyakit batin yang akan terus menggerogoti jiwa manusia, apabila tidak dikekang dengan baik (dikendalikan dengan baik), dan Firman Allah sudah jelas bahwa kerugian besar bagi mereka yang selalu menuruti hawa nafsunya, termasuk egonya. Hari ini kita wajib mengkorbankan itu semua, di bawah kuasa Allah, sebagai proses latihan untuk menjadi pribadi yang ridho sebagaimana kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Semakin kita tidak bisa lepas dari jeratan hawa nafsu dan ego, maka kita akan semakin menjadi hamba yang tidak ridho terhadap kepastianNya, sebagaimana kisah Fir’aun, Kan’an putra Nabi Hud, endingnya dari orang yang selalu egois dan menuruti hawa nafsu ialah tragis—su’ul khatimah.
Ketiga, Ibadah kurban ialah rangkaian ibadah sosial, sehingga mendidik seseorang untuk giat berbagi, semakin banyak berbagi (yang kita keluarkan) untuk orang lain semakin mengurangi sikap ambisi, egois dan hawa nafsu. Ketiga sikap tersebut seringkali menjadikan seseorang hanya mementingkan dirinya sendiri, tanpa memikirkan orang lain. Oleh sebab itu, idul kurban menjadi momentum kita untuk terus berbagi tentu sesuai kemampuan dan tidak hanya di hari ray aini saja, kebiasaan berbagi harus terus digaungkan untuk diri terbebas dr 3 sikap tersebut.
Kesimpulannya ialah: ibadah kurban ini adalah momentum untuk kita gemar berbagi kepada yang tidak mampu, agar terhindar dari 3 sikap demikian, bahwa takdir Allah di atas segala-galanya, sehingga semua keinginan, ambisi dan ego harus tunduk padaNya, gemar berbagi mendidik manusia untuk terbuka, aktif, pro aktif, dan tidak selalu mementingkan; memikirkan tentang dirinya sendiri. Ibadah kurban bukan untuk memupuk kekayaan, tetapi menguatkan solidaritas sosial di tengah masyarakat, sehingga yang merasa kaya haram untuk rakus terhadap daging kurban, dan yang fakir miskin wajib dimakmurkan, diperhatikan, didahulukan dan dimanjakan oleh panitia idul kurban. Panitia idul kurban menjadi kunci suksesi terhadap kelancaran, ketepatan pembagian idul kurban karena nantinya akan dimintai pertanggungjawaban. Semoga bermanfaat…!
Oleh: Dr. Muhamad Basyrul Muvid, M.Pd.
(Dosen Agama Universitas Dinamika Surabaya)